Ada sebuah syair
yg sering dinyanyikan anak-anak Betawi:jamblang sepet, jambu manis. Abang
ngumpuet, Mbak Ayu Namgis. Horeee! Namun, bagaimana jika Mbak Ayulah
yg selalu ngumpet. Menangislah si Abang?
Pernikahan memang
salah satu pintu keberkahan. Segala sesuatu tanpa terasa akan tumbuh dan
berkembang. Dari sekian banyak keberkahan yg selalu bertambah, ada keberkahan
yg tidak boleh kering, apalagi mati. Itulah cinta suami-istri yg ternaung dalam
cinta yg Maha Kuasa, Allah subhanahu wa ta’ala.
Mungkin, ada
perbedaan latar belakang budaya. Ada juga masalah suku, selera, daya tangkap
hati, dan sepitar kebiasaan masa lajang. Dari cintalah segala perbedaan tadi
terjembatani. Namun, dari cinta pula kekhawatiran bisa muncul berlebihan. Setidaknya,
rasa itulah yg sempat dialami Pak Udin.
Bapak tiga anak
boleh dibilang suami yg beruntung. Betapa tidak, ia dapat anugerah Allah berupa
istri yg sholehah, cantik, lembut, sabar, dan pintar masak. Sebuah deretan
kriteria yg sangat diidam-idamkan banyak calon suami. Pak Udin merasa paling
beruntung, karena semua anugerah Allah itu ia peroleh sebagai berkah karena
aktif di pengajian.
Pria asli Betawi
suit membayangkan kalau ia tidak ikut pengajian. Mungkin, sampai tua pun sosok
isteri dengan kriteria yg ada pada istrinya itu Cuma jadi khayalan. Apalagi,
modal luar yg dimilki Pak Udin kurang meyakinkan. Wajah pas-pasan, modal dana
juga tak bisa dibanggakan. Sekali lagi, Pak Udin memang mesti banyak bersykur.
Salah satu bentuk syukurnya itu, ia sangat sayang pada istrinya.
Terkadang, di
tengah rasa sayangnya itu, Pak Udin merasa bingung. Masalahnya, tiap kali tiba
proses melahirkan, ia seperti dihadapkan pada bayang-bayang kematian. Rasanya,
ia seperti dihadapkan dengan sebuah pertukaran, yaitu dapat anak, hilang istri.
Kegelisahan ini
mungkin bisa dibilang wajar, sbab tiap kali menghadapi kehamilan, istrinya
mengalami sakit lumayan parah. Mulai muntah, lemas, hilang nafsu makan, dan
pusing. Itu bisa berlangsung hingga tiga bulan. Yg lebih parah di saat-saat
menjelang kelahiran. Proses kelahiran yg dialami istri Pak Udin begitu sulit.
Itulah kenapa ketiga proses kelahiaran anaknya berujung pada opersai
cesar.
Pak Udin mas
ingat betul kegelisahan yg pernah ia alami pada kelahiran anak pertama. Tiga
bulan pertama, ia menatapa istri tercintanya yg tak lagi punya daya. Ia seperti
sedang menghadapi seseorang yg sakit parah, bahkan mungkin koma. Bayangkan, ia
Cuma bisa berkomunikasi dengan istri lewat mata. Mulut istrinya seperti
terkunci, tangan terkulai lemas, tubuh tak bisa apa-apa, kecuali terbaring.
“ah, mungkin hari-hari terakhir bisa bersama istri,” ujarnya dalam hati. Pak
Udin menangis.
Baru beberapa
bulan istrinya sembuh, Pak Udin kembali dibuat deg-degan.ia sadar betul
kalau melahirkan punya ressiko kematian. Lagi-lagi, Pak Udin gelisah. Yg paling
miris adalah ucapan sang istri ketika keputusan operasi sudah diambil.”Bang,
kalu Allah berkehendak lain, tolong jaga anak kita!”ucap sang istri dengan
logat jawa.
Dalam proses
penantian itu, seribu satu masalah mondar mandir di kepala Pak Udin. “saya akan
menjadi duda,”batinnya mulai berbisik. Sesaat kemudian ia mengucap istighfar.
Ia baca berbagai dzikir agar hatinya bisa stabil. Namun, lamunan buruknya
kmebali berulang. Seperti ada suara-suara yg terus berbisik. Kalau kamu duda,
siapa yg mengurus bayi, siapa yg meberi semangat kalau ada msalah, siapa yg
akan membuat nasi goreng jamur, dan siapa yg mau sama ente?
Bayang-bayang
tidak enak itulah yg kembali dirasakan oleh Pak Udin. Urusannya bukan soal
melahirkan. Itu sudah menjadi bagian dari masa lalu karena istrinya diminta
dokter untuk tidak lagi melahirkan dengan alasan kesehatan. Kini, ia bingung
karena ia tidak sempat mengantar istri pulang kampung. Ada kabar mendadak,
bapak mertuanya di jawa timur sakit keras. Istri Pak Udin dimnta pulang.
Sebenarnya, ingin
sekali Pak Udin mengantar sang istri hingga ke rumah mertua. Namun, urusan
kantornya masih menumpuk, dan anak-anak belum libur. Ia hanya bisa mengantar ke
stasiun. Pak Udin melepas istri tercintanya pulang kampung. Mudah-mudahan
selamat! Bisik hati Pak Udin.
Ada kabar buruk.
Sebuak kereta menuju jawa timur mengalami kecelakaan. Beberapa gerbon keluar
jalur, dan sepuluh penumpang dinyatakan tewas. Siapa? Pak Udin memburu berita.
Ia menenmukan Tuti. Namun, tidak jelas Tuti siapa. Sementara nama istrinya Tuti
Anisa. Tanpa hitung-hitug urusa kantor, Pak Udin langsung berangkat ke Jawa
Timur.
Firasatnya makin
tidak enak ketika tiba di gang rumah mertuanya. Ia menemukan beberapa bendera
kuning dari kertas. Langkah-langkahnya
tiba-tiba menjadi melemas. Dadanya bergemuruh. “istrku....,”suara batin
Pak Udin spontan. Air mata mulai menggenang di kedua matanya.
Rumah Pak Udin
mulai terlihat. Beberapa orang berkerumun. Di anatar mereka tampak menangis.
Pak Udin tak kuat lagi melangkah. Ia terkulai lemas di rumah seseorang.
Seseorang menghampiri. “Udin?”suara orang itu. “Paman...!”jawab Pak Udin nyaris
tak bersuara. Kedua lelaki itupun menangis. “Sabar ya, Din. Sabar! Semua sudah
kehendak Allah!”suara paman di sela tangis dan dekapannya pada Pak Udin.
“Saya tidak
menyangka, Paman. Dengan cara ini saya berpisah dengan Tuti,”ucap Pak Udin
sambil terisak. “Tuti?”ucap Paman agak kaget. “memang Tuti kenapa
, Din?”ucap sang Paman menatap Pak Udin, dan Pak Udinpun ikut kaget
“Astaghfirullah,
yg meninggal itu bapak mertuamu.idtrimu ada di dalam!”terang sang Paman sambil
menggeleng.
“Alhamdulillah!”sambut
Pak Udin gembira. “Apa?”tanya sang Paman cepat. “eh, maaf. Maksud saya, innalilllahi
wa inna ilaihi rajiun!”ucap Pak Udin dengan tak lagi bisa menyembunyikan
bahagianya.
Dari Abu Hurairah
rhadialllahu anhu bahwasanya Rosullulah shallalhu alaihi wa sallam bersabda :
“Wanita dinikahi
karena empat hal: karena harta dan kekayaannnya, karena kedudukannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaklah kalian lebih memilih agamanya
agar kalian bahagia.”
(HR. Muslim)
By : Irvan Naru
Shihap
At 14.30
Day: Senin, 14 Oktober 2013
0 Comments